Selasa, 29 November 2016

Kesaksian dari Kediri tentang Serangan PKI


Perempuan 70 tahun itu sengaja datang dari Kediri untuk menghadiri acara Simposium Nasional bertajuk "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/5).

Di sela acara, Muawanah bercerita tentang pengalaman kelam itu. Tragedi penyerangan besar-besaran oleh PKI kepada kalangan pesantren untuk pertama kalinya di Kediri. 

Kala itu Muawanah masih berusia 18 tahun. Dia baru menamatkan sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA), setaraf Madrasah Aliyah Negeri. 

Muawanah mengikuti pelatihan kaderisasi yang diadakan Pelajar Islam Indonesia di Pondok Pesantren Al-Jauhar, Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kediri, Jawa Timur. Liburan sekolah di bulan Ramadhan dimanfaatkan untuk mengikuti pelatihan.

"Memang sudah menjadi kebiasaan Pelajar Islam Indonesia, setiap ada liburan diadakan pelatihan," katanya saat berbincang denganCNNIndonesia.com.

Muawanah mengikuti pelatihan mental yang berisi kegiatan penguatan nilai keagamaan. Pada waktu yang bersamaan digelar pula pelatihan tingkat dasar dan training kepemimpinan. 

Pelatihan itu dimulai pada 9 Januari dan direncanakan berakhir pada 22 Januari 1965. Pesertanya terdiri dari 127 santri usia sekolah menengah atas. Pelatihan berhenti di tengah jalan.

Rabu, 13 Januari 1965. Langit masih gelap ketika Muawanah dan teman-temannya berada di asrama putri. Usai melaksanakan salat subuh, mereka hendak mengikuti kuliah umum. 

Dor... dor... dor... Dari dalam ruangan, Muawanah mendengar suara tembakan. "Itu kode ternyata," katanya. Setelah bunyi tembakan, sekitar ribuan orang datang berbondong-bondong menyerang asrama putra dan putri serta masjid.

Pintu asrama putri digedor. Ketika dibuka, para pria langsung menyerang masuk. Muawanah dan santriwati lain pun ketakutan. "Bayangkan, kami masih anak usia SMA," katanya.

Para penyerang langsung melontarkan kata makian. "Ini antek Belanda, antek Nekolim (neokolonialisme-imperialisme), seret saja!" ujar Muawanah menirukan para penyerang. 

Muawanah juga menyaksikan bagaimana salah satu temannya dilecehkan oleh sejumlah pria yang masuk ke asrama. Namanya Khotijah, asal Kertosono.

"Dia memang cantik anaknya, dilecehkan kemudian digerayangi semua, itu tidak hanya satu anak, kurang ajar sekali," ujar perempuan kelahiran Blitar, 1946.

Para penyerang lalu mengambil Alquran, menginjak-injak, kemudian memasukkannya ke karung. Setelah itu para santri digiring keluar sambil diiringi umpatan kemarahan kader dan simpatisan PKI. 

Sebagian massa anggota PKI masuk ke masjid tanpa melepas alas kaki. Lantai masjid pun becek karena saat itu musim hujan. Mereka juga menyerang rumah Kiai Jauhari, pengasuh Ponpes Al-Jauhar. Muawanah menyaksikan para kiai diseret keluar dan dianiaya.

"Mereka ditempeleng, pokoknya direndahkan, dihina, dimaki dan sebagainya," katanya. "Itu kiai sedang ada di masjid."

Muawanah baru menyadari tim keamanan pesantren yang mayoritas pria telah diikat beruntun satu sama lain. Kaki dan tangan mereka diikat. Mereka kemudian digiring menuju kantor polisi.

"Yang mestinya kalau ke kantor polisi Kras, kira-kira setengah kilometer tapi ini mubeng (berkeliling) sampe dua kilometer lebih," katanya.

Mereka diajak menyusuri pematang sawah. Di tengah perjalanan, para santri dan kiai diintimidasi. Mereka diancam akan dibunuh. Makian tak hentinya dilontarkan kepada mereka. 

"Kalau sampai ada yang lari, bunuh," kata Muawanah mengenang. Pukul enam pagi, mereka diserahkan kepada kepala kepolisian.

Salah seorang panitia pelatihan, Sunarsih, mengenali salah satu pelaku penyerangan. Namanya Suryadi, pimpinan organisasi sayap PKI, Pemuda Rakyat di desa itu.

"Yang ambil pistol dan menembak ke atas itu namanya Suryadi, Ketua Pemuda Rakyat. Jadi semua tahu kalau itu PKI," kata Sunarsih. 

Dari situ warga pesantren mengidentifikasi bahwa penyerangan itu dilakukan oleh PKI dan underbouwnya, seperti Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia (BTI). "Yang tidak ada hanya Gerwani," kata Sunarsih.

Saat itu, Muawanah tidak paham mengapa PKI menyerang kalangan pesantren. "Mungkin itu test case dia (PKI) untuk mengadakan pemberontakan 1965," katanya.

Sumber: www.cnnindonesia.com


Sabtu, 12 November 2016

Wahai Pemuda, Bangkitlah!

BERBICARA pemuda, kita berbicara pemimpin masa depan suatu bangsa. Jika konteks nya pemuda Indonesia, maka kita sedang membicarakan kepemimpinan masa depan bangsa Indonesia. Itulah yang dikatakan Ulama pembaharu asal Mesir imam Asy-syahid Hasan al-Bana “syabab al yaum rijalul ghod” “Pemuda hari ini, adalah pemimpin masa depan”.

Karena itu melalui pemudalah bangsa ini mampu lahir, bangkit, berdiri dan berjalan menjadi bangsa yang berdaulat dengan berbagai dinamikanya. Sejarahpun telah menorehkan tintanya, bahwa dalam setiap momen penting bangsa ini, senantiasa melibatkan pemuda sebagai lokomotif penggeraknya, aktor intelekualnya dan rahasia kekuatanya. Oleh sebab itu pembahasan tentang bab Pemuda sangat strategis dan penting kita dalami bersama.

Seorang ulama kontemporer Hasan al-Bana menggambarkan sosok pemuda, “Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang dijalan-Nya, semakin bersemangat merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Dan keempat rukun ini, yakni iman, ikhlash, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada diri pemuda! Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda”

Peran pemuda yang strategis dan penting ini sampai di gambarkan oleh sahabat Rasulullah SAW yaitu Umar bin Khattab RA, dalam keterangan Hadist dijelaskan bahwa Umar pernah mengatakan “Jika aku sedang mengalami kesulitan, maka yang aku cari adalah pemuda”. Pemuda mampu menjadi inspirasi dan solusi bagi Umar bin Khattab RA. Oleh sebab itu, dari dulu hingga sekarang, pemuda merupakan pilar kebangkitan.

Dalam setiap kebangkitan pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap pemikiran, pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Dengan ini pula, penyanyi kondang Indonesia Rhoma Irama pernah berkata, bahwa “masa muda adalah masa yang ber-api-api”. Karena memang semangat dan idealisme seorang pemuda telah membakar motivasi dirinya untuk senantiasa berkontribusi untuk agama, bangsa dan negara ini lebih baik lagi. Belum lagi ketika kita mengingat perkataan Tan malaka tentang pemuda. Beliau mengatakan bahwa “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”.

Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang pemuda. Diantaranya surah al-Kahfi ayat 13 Allah SWT sangat mengistimewakan pemuda dengan bab khusus

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk,” (QS. Al-Kahfi 13).

Prof.Dr.HAMKA (1984, hal. 171) menafsirkan dalam Tafsir Al-Azhar maksud ayat Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka bahwa disini jelaskan penghuni gua dalam kisah ashabul kahfi adalah anak-anak muda, tidak ada bercampur dengan orang tua.

Maka kalau hal ini diperbandingkan kepada perjuangan Nabi SAW, di Makkah itu kelihatan suatu pengalaman yang patut jadi pedoman. Yaitu yang telah dibawa Rasulullah SAW pun anak-anak muda, sedang orang tua telah tegak menjadi penghalang dan perintang, karena mereka telah tenggelam dengan kebatilan selama ini. Kalau kita perhatikan seksama tafsir Buya Hamka di atas, kita akan menyaksikan bahwa anak muda menjadi prioritas utama Rasulullah SAW dalam berdakwah dan menyebarkan Islam.

Firman Allah SWT di atas juga mengisyaratkan bahwa pemuda al kahfi adalah termasuk para pemuda pemberani untuk mempertahankan keimanan mereka, pemikiran mereka dan kepribadian mereka. Mereka adalah orang-orang yang teguh imannya, sehingga mereka berani melanggar aturan pemerintah yang melarang mereka meyakini agama tauhid. Jadi keberanian menjadi modal penting bagi seorang pemuda.

Dalam akhir tulisan ini, rasanya kita harus merenungkan perkataan dari imam Hasan Al-Banna, “Wahai pemuda perbaruhilah iman, kemudian tentukan sasaran dan tujuan langkah kalian. Sesungguhnya kekuatan pertama adalah iman, buah dari iman adalah kesatuan, dan konsekuensi logis dari kesatuan adalah kemenangan yang gemilang. Oleh karenanya berimanlah kalian, eratkanlah ukhuwah, sadarilah, dan kemudian tunggulah datangnya kemenangan.”


Sumber: islampos.com