Selasa, 26 Januari 2016

"Partisipasi"

Oleh
(Salim A Fillah)

IJINKAN aku bicara tentang makna kecil partisipasi kita. Mungkin kau adalah peserta atau juga bahkan adalah pengisi, ataupun sekedar orang yang pernah melihat dan menemui fenomena seperti ini, di zaman ini:

“… Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqoh (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?” Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Alloh atas hidayah yang Alloh berikan sehingga kami memeluk Islam.”

Maka Rosululloh bertanya, “Demi Alloh, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Alloh, kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Alloh membanggakan kalian di depan para malaikat.” (HR. Muslim, dari Mu’awiyah)

Di tempat inilah disambung keteladanan sejarah. Di forum seperti yang dicontohkan para sahabat, para ghuroba’(orang-orang terasing) masa kini mewujudkan sabda Nabi bahwa mu’min itu cermin bagi Mu’min yang lain. Mereka saling bercermin diri, tentang perkembangan tilawah al-Qur’an dan hafalannya, tentang sholat malamnya, dan tentang puasa sunnahnya. Semangatnya tergugah mendengar yang lain menyalip amal-amalnya. Ia jadi malu mendapati dirinya tak bisa mengatur waktu.

Mereka saling menyebutkan kabar gembira sampai semua merasa bahagia mendengar salah seorang sahabatnya mendapat nilai A. Mereka saling berbagi agar masalah tak terasa sendiri dihadapi. Ada yang bercerita tentang amanah-amanah da’wahnya yang katanya semakin mengasyikkan, atau semakin menantang. Yang berkeluasan rizqi membawakan pisang goreng yang tadi pagi dibuat ibunya, atau mangga yang dipetik dari halaman rumahnya.

Sesekali mereka ganti setting forumnya, dengan menginap agar bisa lebih panjang bercengkerama. Lalu mereka dirikan Qiyamullail bersama. Pernah juga mereka lakukan wisata. Mereka bertemu di tempat rekreasi yang sepi, mengingat Ilahi dan mengagumi kebesaran ciptaan-Nya. Mereka berdiskusi disaksikan air terjun, punggung bukit bercemara, hutan berlembah yang menawan, atau pasir pantai memutih diterpa gelombang.

Tentu saja yang jauh lebih utama, mereka mengingat Alloh dalam sebuah kumpulan, agar Alloh mengingat mereka dalam kumpulan yang lebih baik. Mereka baca kitabulloh, mereka kupas isinya, mereka dapati bahwa al-Qur’an menyuruh mereka bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak ada tekad ketika bubar dan saling bersalaman mendoakan, selain agar yang mereka bahas menjadi amal kenyataan.

“Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari rumah-rumah Alloh, mereka membaca kitabulloh, dan mempelaiarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rohmat meliputi majelisnya, Malaikat menaungi mereka, dan Alloh menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, dari Abu Huroiroh)

Di sana bisa kita jumpai wajah saudara yang jenaka, yang pendiam, dan yang tampak lelah karena banyak amanah. Tapi Subhanalloh… Ini adalah cahaya yang bergetar di antara mereka. Ia bergetar untuk menjadi refleksi jiwa, percepatan perbaikan diri dan perbaikan ummat dalam medium atmosfer cinta. Saya tak ragu lagi menyebut forum yang terkenal dengan kata liqo’at (pertemuan) ini, sebagai Getar Cahaya di Atmosfer Cinta.

Bahkan ketika suatu waktu Anda yang belum pernah mengikuti forum ini tidak sengaja menemui mereka sedang ada di Masjid Kampus, Musholla Sekolah, rumah seorang Ustadz atau markaz da’wah, lalu Anda bergabung dengan niat serta keperluan yang lain atau mungkin karena iseng saja, Anda takkan pernah kecewa. Percayalah, Anda tak akan pernah kecewa.

Seorang malaikat berkata, “Robbi, di majelis itu ada orang yang bukan dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang ke majelis itu.” Alloh berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Muttafaq ‘Alaih, dari Abu Huroiroh)

Maka demi Alloh, apa yang Anda tunggu? Perkenalkan diri Anda pada mereka sejelas-jela
snya. Katakan, Anda ingin bergabung dengan pertemuan pekanan mereka. Kalau majelis itu sudah terlalu sesak, lalu efektifitasnya drop, pengasuh majelis itu pasti akan mencarikan sebuah majelis lain yang indah untuk Anda. Kalau di sekolah Anda dan di kampus Anda ada kegiatan bernama Mentoring, Asistensi Agama Islam atau nama lainnya, barangkali itu pintu lain bagi Anda memasuki Getar Cahaya di Atmosfer Cinta ini. Setelah itu, bisa jadi Alloh akan menguji Anda. mungkin dengan perasaan Anda bahwa majelis ini tidak seperti yang Anda harapkan. Maka bersabarlah.

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Alam Nasyroh [94]: 5-6)

***
Beberapa ikhwah mengeluh mendapati beberapa saudaranya telah berubah ketika pindah ke lain kota. Ada gambaran, betapa sulitnya menjaga istiqomah ketika jauh dari lingkungan iman semula. Apa yang diceritakan Hanzholah ibn ar-Robi’, bisa menjadi ‘ibroh bahwa pertemuan sesaat demi sesaat dalam majelis ini adalah sarana penjaga konsistensi dan sikap istiqomah -yang kadang-kadang tanpa perlu kita sadari-.

Ketika Abu Bakr berkunjung dan menanyakan kabarnya, Hanzholah pun menjawab, “Hanzholah telah menjadi munafiq!”. Terperanjat Abu Bakr, lalu ia berkata, “Subhanalloh, apa yang engkau ucapkan?” Kata Hanzholah, “Kita sering bersama Rosululloh, beliau mengingatkan kita tentang surga dan neraka seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika kita keluar dari sisi Rosululloh, bercengkerama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan, kita pun banyak melupakannya.”

“Demi Alloh! Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti ini!”, sahut Abu Bakr membenarkan. Tak ada curhat yang lebih indah daripada curhat para sahabat. Ya, mereka pun kembali pada Murobbi-nya, Rosululloh Mushthofa. Dan beliau pun menenteramkan hati para binaannya.

“… Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya. Seandainya kalian selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam berdzikir, niscaya Malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur, dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi sesaat demi sesaat, wahai Hanzholah! Sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah. Sesaat demi sesaat!”(HR. Muslim dalam Shohihnya, dari Hanzholah)

Akal sehat para peserta liqo’at menuntun mereka untuk menghayati bahwa majelis ini adalah bagian paling asasi dari hidup mereka. Ada waktu yang harus diprioritaskan untuknya lebih dari segala aktivitas lainnya. Kaidahnya jelas: kalau ia tak bersama mereka, ia takkan bersama siapa-siapa; kalau mereka tak bersama dengannya, mereka pasti bersama dengan orang selain dia.

Kadang kita tak merasakan nikmatnya majelis kebersamaan ini. Padahal, orang lain akan melihat kita berubah dan semakin buruk saat kita berhenti menghadirinya untuk suatu waktu yang cukup lama. Memang, ia hanya sepekan sekali. Tetapi bagaimanapun kita tahu, majelis ini adalah majelis ‘ilmu dan dzikir yang tak berhenti sampai bubarnya lingkaran. Ketika mereka menutup pertemuan dan pergi untuk keperluan masing-masing, lingkaran itu hanya melebar. Ia melebar seluas aktivitas mereka.

Tentu. Untuk berpartisipasi bagi ummat dalam jangkauannya, mendistribusikan kesholihan yang terasa manis direguknya
#back to melingkar


Senin, 25 Januari 2016

Kejeniusan Para Ulama

Kejeniusan Para Ulama

1) Jika Imam An Nawawi menulis Syarh/penjelasan  Shahih Muslim yang tebal itu sedang beliau tak punya Kitab Shahih Muslim

2) Beliau menulisnya berdasar hafalan atas Kitab Shahih Muslim yang diperoleh dari Gurunya; lengkap dengan sanad inti & sanad tambahannya.

3) Sanad inti maksudnya; perawi antara Imam Muslim sampai RasuluLlah. Sanad tambahan yakni; mata-rantai dari An Nawawi hingga Imam Muslim.

4) Jadi bayangkan; ketika menulis penjabarannya, An Nawawi menghafal 7000-an hadits sekaligus sanadnya dari beliau ke Imam Muslim sekira 9-13 tingkat Gurunya; ditambah hafal sanad inti sekira 4-7 tingkat Rawi.

5) Yang menakjubkan lagi; penjabaran itu disertai perbandingan dengan hadits dari Kitab lain (yang jelas dari hafalan sebab beliau tak mendapati naskahnya), penjelasan kata maupun maksud dengan atsar sahabat, Tabi'in, & 'Ulama; munasabatnya dengan Ayat & Tafsir, istinbath hukum yang diturunkan darinya; dan banyak hal lain lagi.

7) Hari ini kita menepuk dada; dengan karya yang hanya pantas jadi ganjal meja beliau, dengan kesulitan telaah yang tak ada seujung kukunya.

8) Hari ini kita jumawa; dengan alat menulis yang megah, dengan rujukan yang daring, & tak malu sedikit-sedikit bertanya pada Syaikh Google.

9) Kita baru menyebut 1 karya dari seorang 'Alim saja sudah bagai langit & bumi rasanya. Bagaimana dengan kesemua karyanya yang hingga umur kita tuntaspun takkan habis dibaca?

10) Bagaimana kita mengerti kepayahan pada zaman mendapat 1 hadits harus berjalan berbulan-bulan?

11) Bagaimana kita mencerna; bahwa dari nyaris 1.000.000 hadits yang dikumpulkan & dihafal seumur hidup; Al Bukhari memilih 6000-an saja?

12) Atas ratusan ribu hadits yang digugurkan Al Bukhari; tidakkah kita renungi; mungkin semua ucap & tulisan kita jauh lebih layak dibuang?

13) Kita baru melihat 1 sisi saja bagaimana mereka berkarya; belum terhayati bahwa mereka juga bermandi darah & berhias luka di medan jihad.

14) Mereka kadang harus berhadapan dengan penguasa zhalim & siksaan pedihnya, si jahil yang dengki & gangguan kejinya. Betapa menyesakkan.

15) Kita mengeluh listrik mati atau data terhapus; Imam Asy Syafi'i tersenyum kala difitnah, dibelenggu, & dipaksa berjalan Shan'a-Baghdad.

16) Kita menyedihkan laptop yang ngadat & deadline yang gawat; punggung Imam Ahmad berbilur dipukuli pagi & petang hanya karena 1 kalimat.

17) Kita berduka atas agal terbitnya karya; Imam Al Mawardi berjuang menyembunyikan tulisan hingga menjelang ajal agar terhindar dari puja.

18) Mari kembali pada An Nawawi & tak usah bicara tentang Majmu'-nya yang dahsyat & Riyadhush Shalihin-nya yang permata; mari perhatikan karya tipisnya; Al Arba'in. Betapa barakah; disyarah berratus, dihafal berribu, dikaji berjuta manusia & tetap menakjubkan susunannya.

19) Maka tiap kali kita bangga dengan "best seller", "nomor satu", "juara", "dahsyat", & "terhebat"; liriklah kitab kecil itu. Lirik saja.

20) Agar kita tahu; bahwa kita belum apa-apa, belum ke mana-mana, & bukan siapa-siapa. Lalu belajar, berkarya, bersahaja.                                              
Astaghfirullah...


Minggu, 24 Januari 2016

SAR Masjid, Fenomena Baru Aktifitas Remaja





Sekelompok remaja dan pemuda itu dengan sigap bergerak membersihkan masjid Al Ghofar di Dusun Sanggrahan, Desa Balerejo, Kecamatan Kledung. Bersama masyarakat dan remaja dusun tersebut mereka membersihkan tempat yang mulia tersebut (minggu/24/1/2016). 

Berseragam orange seperti Seragam SAR pada umumnya, tapi ketika ada kata masjid dibelakangnya menjadi sesuatu yang berbeda siapa mereka?. Tak salah mereka adalah remaja dan pemuda masjid yang tergabung dalam Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Kabupaten Temanggung menyediakan waktu untuk membersihkan masjid.

"Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan hadits Nabi, bahwa barang siapa yang membersihkan masjid maka Allah akan membuatkan bangunan disurga" kata Abdurahman Wachid ketua JPRMI Kabupaten Temanggung.

Selanjutnya dia menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini akan menjadi kegiatan rutin diadakan dengan tempat yang berbeda beda. "Siapa pun bisa bergabung dengan kami, untuk bergabung dalam amal shaleh ini" tambahnya.



Posted via Blogaway


Sabtu, 23 Januari 2016

Taqdir

WACANA MUSLIMIN
WM/02/AHQ-IHQ/DK-ODOJ
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
📒 Edisi : Sabtu
📒 13 Rabi'ul Akhir 1437 H
📒 23 Januari 2016
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

بِسمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

💧💕💧💕💧💕💧💕💧💕

🎀 T A K D I R 🎀


💗 Kita sering menyatakan atas suatu kejadian: “Ah- itu semuanya adalah takdir, ketentuan Allah yang tidak bisa dirubah”. Betulkah demikian?

📕 Dalam syarah kitab hadist Arbain Nawawi diterangkan bahwa takdir Allah swt itu ada empat macam :
🍹 Rizqi
🍹 Ajal
🍹 Amal
🍹 Kebahagiaan atau kesengsaraan.

📚 Dari ke empat takdir ini dibagi kedalam dua kelompok besar, yakni :

🌷 TAKDIR MUBROM dan TAKDIR MU’ALLAQ, sebagaimana penjelasan berikut :

🌴 Ada yang namanya TAKDIR MUBROM atau yang sifatnya TETAP.

🌺 Yakni :
Takdir yang ada di ilmu Allah Subhanahu wa ta'alaa. Takdir ini tidak mungkin dapat berubah.

🌸 Dan yang berikutnya adalah takdir dalam kandungan, yaitu Malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.

💐 Takdir ini sebetulnya termasuk takdir dari ilmu Allah seperti jenis takdir yang pertama, yakni telah digariskan dalam tubuh sang jabang bayi (dalam ilmu pengetahuan genetika modern mungkin dapat digambarkan pada unsur DNA).

🌹 Kemudian selanjutnya ada yang namanya :
TAKDIR MU’ALLAQ (TAKDIR YANG TERGANTUNG)
Takdir ini berada di Lauhul Mahfudz.

🌱Jenis Takdir ini ada 2 macam :

1⃣ Takdir yang ada dalam Lauhul Mahfudz ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah :

يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz).”
(QS. Ar Ra’du : 39)

2⃣ Takdir yang diikuti sebab akibat yaitu takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu dan hal-hal yang telah ditentukan. Takdir ini juga dapat diubah

📗 Sebagaimana dalam salah satu hadits lain Rasulullah ﷺ pernah berkata :

الدُّعَاءَ وَالبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ والاَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ البَلاَءَ قَبْلَ أنْ يَنْزِلَ

“Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang; dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun.”

Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Hakim di dalam Kitab Al Mustadrak, hadits dari A'isyah RadhiAllahu 'anhaa

🍄 Maka apabila seseorang tidak menghindarinya maka ia akan mendapatkan bahayanya. itulah yang dinamakan takdir.

🌸 Dan apabila ia berusaha menghindar dan luput dari bahayanya, itu juga disebut dengan takdir.

🌾 Bukankah Allah telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan memilih dan memilah, dan kemampuan berusaha dan berikhtiar. Kemampuan itu juga takdir yang telah ditetapkan-Nya.

🌻 Bahkan Rasululloh sebagai tauladan tertinggi, saat hijrah dan dikejar musuh, beliau bersembunyi di gua Tsur sebagai bentuk Ikhtiar, bukan karena takut atau lari dari takdir, dan Allah telah mentakdirkan seekor burung dan seekor laba- laba bersarang disana (sebagian ulama mengatakan kisah sarang laba-laba dan burung yg bertelur ini dho'if) dan Allah pun telah mentakdirkan beliau akan selamat sampai di Madinah dan telah mentakdirkan pula Islam sebagai agama dunia.

🌳 Oleh karena itu marilah kita banyak berdo’a, bersodaqoh, bersilaturahmi, birrul walidain serta mengamalkan kebaikan- kebaikan lainnya serta berusaha dan berikhtiar tanpa henti, mudah- mudahan ada bagian takdir buruk kita yang bisa dihapuskan dan digantikan Allah tersebab amaliyah- amaliyah dan segala ikhtiar kita tersebut serta menggantinya dengan kebaikan-kebaikan dan keberhasilan.

Wallahu a’lam.

Reposted by:
Hamba Allah

🍃🌾🍃🌾🍃🌾🍃🌾🍃🌾

AHQ - IHQ🌴
Membangun Taqwa

🔲🅾🔲 ODOJ 🔲🅾🔲


Rabu, 20 Januari 2016

Wajibkah Berpegang pada Salah Satu Madzhab?

Dr Wahbah AzZuhaili dalam bukunya Ar Rukhas Asy Syar’iyyah meletakkan satu judul: “Adakah beriltizam dengan mazhab tertentu perkara yang dituntut syarak?” Beliau menyebut tiga pendapat. Namun beliau telah mentarjihkan (memilih) pendapat yang menyatakan tidak wajib.

Kata beliau, “Kata jumhur ulama: Tidak wajib bertaklid kepada imam tertentu dalam semua masalah atau kejadian yang terjadi. Bahkan boleh untuk seseorang bertaklid kepada mujtahid manapun yang dia mau. Jika dia beriltizam (berkomitmen, berpegang teguh) dengan mazhab tertentu, seperti mazhab Abu Hanifah, atau Asy Syafi’i atau selainnya, maka tidak wajib dia memegangnya terus-menerus. Bahkan boleh untuk dia berpindah-pindah mazhab. Ini karena tiada yang wajib melainkan apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya tidak pula mewajibkan seseorang bermazhab dengan mazhab imam tertentu. Hanya yang Allah wajibkan ialah mengikut ulama, tanpa dibatasi hanya tokoh tertentu, dan bukan yang lain.

Firman Allah: “Maka bertanyalah kamu kepada Ahl al-Zikr jika kamu tidak mengetahui. “

Ini kerana mereka yang bertanya fatwa pada zaman sahabat dan tabi’in tidak terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan mereka bertanya kepada siapa saja yang mampu tanpa terikat dengan hanya seorang saja. Maka ini adalah ijmak (kesepakatan) dari mereka baawa tidak wajib mengikut hanya seseorang imam, atau mengikut mazhab tertentu dalam semua masalah.

Katanya lagi: “Kemudian, pendapat yang mewajibkan beriltizam dengan mazhab tertentu membawa kepada kesusahan dan kesempitan, sedangkan mazhab adalah nikmat, kelebihan dan rahmat. Inilah pendapat yang paling kukuh di sisi ulama Ushul al Fiqh…Maka jelas dari pendapat ini, bahwa yang paling shahih dan rajih di sisi ulama Usul al-Fiqh adalah tidak wajib beriltizam dengan mazhab tertentu. Boleh menyelisihi imam mazhab yang dipegang dan mengambil pendapat imam yang lain. Ini karena beriltizam dengan mazhab bukan suatu kewajipan –seperti yang dijelaskan-. Berdasarkan ini, maka pada asasnya tidak menjadi halangan sama sekali pada zaman ini untuk memilih hukum-hakam yang telah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang berbeda tanpa terikat dengan keseluruhan mazhab atau pendetailannya”. (silakan merujuk: Al-Zuhaili, Dr Wahbah, al-Rukhas al-Syar’iyyah, halaman 17-19, Beirut: Dar al-Khair).

Sumber: hasanalbana.com


Selasa, 19 Januari 2016

Humor: "Jihad di Jalan Thamrin"


T : Yang terhomat Kiyai, maaf sy mau tanya.
J : Ya silahkan.
T : Apakah aksi teroris yg terjadi di jalan Thamrin, termasuk bagian dari Jihad.
J : Ya...tidaklah, tidak termasuk Jihad.
T : Apa alasannya Pak Kiyai.
J : Niih denger yaa..yang namanya Jihad itu di jalan Allah.
Sedangkan mereka Jihad di jalan Thamrin.



Posted via Blogaway


Sabtu, 16 Januari 2016

Teladan Umat: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Qaradhawi

Salah satu keteladanan yang banyak dipraktikkan oleh para ulama salaf adalah sikap saling menghargai dan menghormati saudara-saudaranya yang berbeda pendapat dengan mereka. Sikap seperti ini juga telah ditunjukkan oleh dua ulama besar di zaman kita ini: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah (w. 1420 H) dan Syaikh Yusuf bin Abdillah Al-Qaradhawi hafizhahullah.

Syaikh Al-Qaradhawi berkata: “Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah mengirim surat kepada saya lebih dari seperempat abad yang lalu. Dalam surat tersebut, beliau memberitahukan kepada saya bahwa Departemen Penerangan memberikan kitab saya—Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam—kepada beliau; Apakah kitab tersebut boleh masuk ke wilayah kerajaan Saudi Arabia atau tidak? Beliau menginginkan agar jangan sampai para pembaca di Saudi dilarang membaca kitab-kitab saya yang menurut beliau, ‘mempunyai nilai tersendiri di dunia Islam’. Beliau mengabarkan, bahwa para Syaikh di Saudi mempunyai delapan catatan atas kitab saya tersebut, di mana beliau menyebutkan semuanya di dalam suratnya. Beliau meminta kepada saya agar mau menelaah kembali isi kitab saya tersebut. Sebab, ijtihad manusia itu bisa saja berubah di lain waktu.

Ketika itu saya membalas Syaikh Bin Baz dengan sebuah surat sederhana. Saya katakana di dalamnya, ‘Sesungguhnya ulama umat yang paling saya cintai dimana saya enggan menyelisihinya dalam berpendapat, dia adalah Syaikh Bin Baz. Akan tetapi sunnatullah telah berlaku bahwasanya tidak pernah ada para ulama yang sependapat dalam semua masalah. Para sahabat saling berbeda pendapat satu sama lain. Dan para imam juga berbeda pendapat satu sama lain, namun demikian, hal ini sedikit pun tidak membawa mudharat pada mereka. Mereka memang berselisih pendapat, namun hati mereka tidak berselisih. Dan sebagian dari delapan masalah ini, para ulama sejak dulu memang telah berselisih pendapat di dalamnya…”

Pada akhir surat Syaikh Al-Qaradhawi menyampaikan kepada Syaikh Bin Baz, “Saya berharap agar jangan sampai perbedaan pendapat yang terjadi antara saya dengan para syaikh (di Saudi) dalam sebagian masalah ini menjadi sebab dilarangnya buku saya masuk ke Saudi.”

Syaikh Bin Baz pun kemudian mengabulkan harapan Syaikh Al-Qaradhawi tersebut. Beliau rahimahullah mengizinkan Kitab Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam dan kitab lainnya masuk ke Saudi.

Sumber: Fi Wada’ Al-A’lam, Yusuf Al-Qaradhawi, hal. 62-63, Penerbit Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, Beirut, Cetakan pertama, 2003 M – 1424 H, seperti dikutip oleh Abduh Zulfidar Akaha dalam buku Belajar dari Akhlaq Ustadz Salafi, hal xxv-xxvi, Penerbit Al-Kautsar, Jakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008, dengan sedikit perubahan.

Al-intima.com


Rabu, 13 Januari 2016

Kajian Kitab Riyadhus Sholikhin

Pasal: Menegakkan Hukum Hukum Allah



باب وجوب الانقياد لحكم الله تعالى وما يقوله من دُعِيَ إلى ذلك وأُمر بمعروف أو نُهي عن منكر.:
قال الله تعالى: {فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [النساء: 65]
أقسم سبحانه وتعالى أنه لا يؤمن أحد حتى يُحكٌم رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما له وعليه، كما قال صلى الله عليه وسلم: ((لاَ يُؤمِنُ أَحدُكُم حَتَّى يكونَ هَوَاهُ تَبعًا لِمَا جِئتُ به)).
وَقالَ تَعَالَى: {إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [النور: 51].
يخبر تعالى أن قول المؤمنين إذا دُعُوا إلى حكم الله وحكم رسوله خلاف قول المنافقين، فإن المنافقين إذا دعوا إلى حكم الله ورسوله أعرضوا، وإن كان الحق لهم أتوا. وأما المؤمنون فيقولون: سمعنا وأطعنا سواءً كان الحق لهم أو عليهم.
وفيه من الأحاديث: حديث أَبي هريرة المذكور في أول الباب قبله، وهو قوله: ((إذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْء فَاجْتَنِبُوه...)) الحديث..
وغيره من الأحاديث فِيهِ.
الدالَّة على وجوب طاعة الله ورسوله.

«168» عن أَبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: {لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ} [البقرة: 284] الآية.
اشْتَدَّ ذلِكَ عَلَى أصْحَابِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم، فَأتَوا رَسُول الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ بَرَكُوا عَلَى الرُّكَبِ، فَقَالُوا: أيْ رسولَ الله، كُلِّفْنَا مِنَ الأَعمَالِ مَا نُطِيقُ: الصَّلاةَ والجِهَادَ والصِّيامَ والصَّدَقَةَ، وَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيْكَ هذِهِ الآيَةُ وَلا نُطيقُها. قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((أتُرِيدُونَ أنْ تَقُولُوا كَمَا قَالَ أَهْلُ الكتَابَينِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا؟ بَلْ قُولُوا: سَمِعنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ المَصِيرُ)) [قَالُوا: سمعنا وأَطعنا غفرانك ربنا وإِليك المصير].
فَلَمَّا اقْتَرَأَهَا القومُ، وَذَلَّتْ بِهَا ألْسنَتُهُمْ أنْزَلَ اللهُ تَعَالَى في إثرِهَا: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} [البقرة: 285] فَلَمَّا فَعَلُوا ذلِكَ نَسَخَهَا اللهُ تَعَالَى، فَأنزَلَ الله- عز وجل: {لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} قَالَ: نَعَمْ {رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا} قَالَ: نَعَمْ {رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِه} قَالَ: نَعَمْ {وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ} قَالَ: نَعَمْ. رواه مسلم.
قال السدي: {لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا} [البقرة: 286] طاقتها وحديث النفس مما لا يطيقون.
وفي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((إنَّ الله تجاوز لي عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تتكلم أو تعمل)).