Rabu, 02 Maret 2016

FIQIH GERHANA MENGHADAPI GERHANA MATAHARI 9 MARET 2016

Oleh:
✅Ust. Endri Nugraha Laksana, SPdI
✅Ust. Ahmad Dahlan, Lc., MA
✅Ust. MA. Sholihun

Pada Hari Rabu tanggal 9 Maret 2016 M / 29 Jumadil-Ula 1437 H, sebagian besar Pasifik, meliputi Indonesia, Malaysia, dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara dan benua Australia akan dapat menyaksikan gerhana matahari. Gerhana matahari merupakan salah satu fenomena alam paling mengesankan yang terjadi di bumi.

Untuk gerhana matahari kali ini, khususnya di timur Samudera Pasifik, akan mengalami gerhana matahari total selama lebih dari 4 menit.

Beberapa kota di Indonesia yang akan dilewati gerhana matahari total adalah Palembang (1 menit 52 detik), Belitung (2 menit 10 detik), Balikpapan (1 menit 9 detik), Luwuk (2 menit 50 detik), Sampit (2 menit 8 detik), Palu (2 menit 4 detik), Ternate (2 menit 39 detik), Bangka (2 menit 8 detik), Palangkaraya (2 menit 29 detik), Poso (2 menit 40 detik), dan Halmahera (1 menit 36 detik).

Sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dilewati gerhana matahari total (GMT), tetapi hanya gerhana matahari sebagian (GMS) dengan rincian data: Magnitudo  0,834 s/d 0,856, awal GMS 06:20 WIB, puncak GMS  07:23 WIB dan akhir GMS  08:35 WIB. Sehingga durasi GMS  2 jam 15 menit.

Islam sebagai sebuah agama yang mengatur semua bidang kehidupan manusia pasti mempunyai petunjuk mengenai cara memandang gerhana matahari dari sisi agama dan apa yang disunnahkan untuk dilakukan oleh kaum muslimin ketika mengalami gerhana matahari.

Berikut ini hal-hal yang berkaitan dengan gerhana matahari dilihat dari sudut pandang Islam dan amalan sunnah yang sebaiknya dilakukan ketika terjadi gerhana matahari.

I. Pengertian gerhana

Gerhana dalam bahasa arab disebut dengan istilah al-khusuf (الخُسُوف) dan juga al-kusuf (الكُسُوف).

Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama.

Oleh karena itu, -dalam Islam- shalat gerhana matahari dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan shalat al-kusuf atau shalat al-khusuf. Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari.

Kusuf (كُسُوف) adalah sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.

Sedangkan Khusuf (خُسُوف) adalah cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.

II. Gerhana matahari adalah tanda kekuasaan Allah

Tanda kekuasaan Allah di alam semesta sangatlah banyak dan tidak terhitung. Allah memperlihatkan ayat-ayat kauniyyah-Nya agar kita berfikir dan mengambil ibrah serta pelajaran. Dan gerhana matahari dan bulan adalah diantara tanda kekuasaan Allah, sebagaimana sabda Nabi shalllallahu alaihi wasallam:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ... (رواه البخاري ومسلم)

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, hendaklah kita mengambil i’tibar dari peristiwa gerhana yang akan terjadi tersebut sehingga semakin yakinlah kita akan ke-Maha Kuasa-an Allah subhanahu wata'ala.

Jangan sampai kita seperti orang-orang yang disebut dalam Surat Yusuf sebagai orang yang berpaling ayat-ayat Allah. Allah berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ في السَّمواتِ وَالأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lewati, sedang mereka berpaling dari padanya.” (Q.S Yusuf: 105)

III.  Kepercayaan terkait gerhana matahari

Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam tidak memiliki anak kecuali hanya dari dua isterinya, yaitu Khadijah radhiyallahu anha dan Mariyah Al-Qibthiyyah Al-Mishriyyah radhiyallahu anha.

Dari Khadijah beliau dikarunia enam orang anak dan dari Mariyah Al-Qibthiyyah dikarunia satu orang anak bernama Ibrahim yang hanya hidup selama 18 bulan.

Tatkala Ibrahim meninggal, Nabi shalllallahu alaihi wasallam meneteskan air mata karena rasa duka yang mendalam. Beliau shalllallahu alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“Air mata ini mengalir dan hati ini bersedih. Tapi kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai Allah. Sungguh, wahai Ibrahim, kami sangat bersedih karena kepergianmu ini.” (HR. Bukhari).

Bersamaan meninggalnya Ibrahim terjadilah gerhana matahari. Sebagian kaum Muslimin kemudian menghubung-hubungkan terjadinya gerhana matahari tersebut dengan wafatnya putera Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam tersebut.

Al-Mughirah Bin Syu’bah ra bercerita:

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ، فَقَالَ النَّاسُ: كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ

“Di masa Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam pernah terjadi gerhana matahari bertepatan saat wafatnya Ibrahim. Kemudian orang-orang mengatakan bahwa munculnya gerhana ini karena wafatnya Ibrahim.” (HR. Bukhari).

Melihat hal tersebut, maka Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ

“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah” (HR. Bukhari).

Dari peristiwa diatas kita bisa mengambil pelajaran bahwa Nabi Muhammad shalllallahu alaihi wasallam melakukan koreksi terhadap keyakinan yang ada di hati sebagian kaum muslimin bahwa adanya gerhana matahari adalah karena terjadinya sebuah peristiwa besar seperti kematian orang yang dianggap mulia –yang dalam hal ini adalah putra Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam-.

Keyakinan tersebut merupakan warisan dari kepercayaan jahiliyyah yang tentunya tidak mempunyai argumentasi maupun landasan logika yang kuat, -tetapi sebagaimana umumnya kepercayaan-, tidak diperlukan rasionalitas untuk membuatnya menjadi hal yang begitu kuat di pegang oleh masyarakat.

Dalam sebagian masyarakat kita juga pasti terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan lain yang berhubungan dengan peristiwa gerhana matahari.

Maka sekali lagi, kisah yang dituturkan dalam hadits diatas menjadi panduan bagi kaum muslimin untuk mengikis habis dan membersihkan hati serta pikiran dari kepercayaan-kepercayaan terkait gerhana yang lebih pantas disebut sebagai khurafat dan takhayyul karena bertentangan dengan syariat Islam, logika serta ilmu pengetahuan modern.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar